Jumat, 21 November 2008

PERAN PARTAI POLITIK DALAM MENDUKUNG TEGAKNYA SUPREMASI HUKUM

Oleh :
Bambang Sutiyoso, SH. M.Hum.
Dosen FH UII Yogyakarta


Abstract
Partai politik sebagai wahana pencerminan hak warga negara untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat semestinya mempunyai peran yang signifikan dalam upaya mendukung tegaknya supremasi hukum. Namun demikian pada kenyataannya, partai politik secara institusi maupun personal justru terkadang melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan semangat penegakkan hukum itu sendiri. Dalam kaitan itulah, hasil penelitian ini bermaksud mengemukakan dan membahas seputar tentang visi, misi dan peran 5 partai politik besar pemenang pemilu tahun 1999 terhadap upaya tegaknya supremasi hukum terutama di wilayah DIY, serta faktor-faktor yang menghambat Parpol dalam upaya mendukung tegaknya supremasi hukum tersebut.
Dari hasil penelitian, ternyata menunjukkan bahwa secara umum visi dan misi dari partai politik dalam upaya mendukung tegaknya supremasi hukum, masih bersifat retorika politik belaka. Hanya ada 3 partai politik saja (Partai Golkar, PKB dan PAN) yang mencantumkan visi misi penegakan hukum secara eksplisit dalam AD/ART partainya, sedang lainnya (PDIP dan PPP) hanya melakukan pernyataan politik dalam menyerukan perlunya penegakan hukum. Demikian pula peran partaii politik dalam upaya mendukung penegakan hukum masih belum optimal. Hal ini dikarenakan oleh sikap protektif parpol dalam memberikan advokasi terhadap kader maupun simpatisannya yang melakukan pelanggaran hukum serta cenderung kurang kooperatif dengan aparat penegak hukum. Adapun kendala-kendala yang dihadapi parpol dalam mendukung tegaknya supremasi hukum dihadapkan pada tiga problema. Pertama, sikap militansi kader dan simpatisan parpol yang over acting sehingga pengurus partai kesulitan dalam mengontrol aksi mereka di lapangan. Kedua, adanya intimidasi terhadap kader partai yang ada di lembaga pemerintahan yang dilakukan oleh massa parpol sendiri. Ketiga, tidak adanya undang-undang recalling bagi anggota dewan sebagai representasi parpol. Sehingga mekanisme dalam penjatuhan punishment terhadap kader parpol yang melakukan pelanggaran hukum dilakukan melalui rapat pleno intern partai untuk selanjutnya baru diserahkan pada aparat penegak hukum untuk diproses sesuai dengan mekanisme hukum.

Tidak ada komentar: