Jumat, 21 November 2008

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI DPRD DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh :
Bambang Sutiyoso, SH. M. Hum.
Dosen FH UII Yogyakarta

ABSTRAC
Penelitian diangkat tidak lain bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dalam hubungannya dengan proses pengambilan keputusan di DPRD Propinsi DIY. Mengingat, berdasarkan data yang ada, keterwakilan perempuan yang duduk sebagai anggota legislatif masih rendah dan cenderung mengalami penurunan prosentasenya. Hal ini dapat terlihat dari keterwakilan perempuan dalam Pemilu tahun 1992 sejumlah 12% dan dalam Pemilu tahun 1997 sebanyak 11%. Sementara itu, khusus untuk keterwakilan perempuan di lingkungan DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, saat ini hanya sebanyak 5 % atau hanya 5 orang dari 55 orang anggota DPRD secara keseluruhan. Data tersebut juga menunjukkan semakin mengecilnya porsi perempuan yang terlibat sebagai pengambil keputusan publik baik dalam lembaga legislatif maupun lembaga negara lainnya.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa keterwakilan perempuan dalam hubungannya dengan proses pengambilan keputusan di DPRD Propinsi DIY ternyata kurang bisa optimal, hal ini disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: (1) representasi perempuan di Dewan sangat sedikit, sehingga hal itu berkonsekuensi pada lemahnya bargaining position dalam setiap proses pengambilan keputusan, meskipun kesempatan dan hak-haknya sama dengan anggota Dewan lain dalam menyampaikan ide-ide kritis baik yang menyangkut kepentingan perempuan khususnya maupun isu-isu aktual di masyarakat yang memerlukan apresiasi dari Dewan selaku wakil rakyat ; (2) dalam menyikapi isu-isu strategis yang berkaitan dengan kepentingan perempuan khususnya terbentur oleh kendala struktural, terutama aturan main yang termaktub dalam tata tertib Dewan, seperti adanya komisi dan tata cara penyampaian gagasan yang cukup birokratis. Sehingga dalam kondisi seperti itu, para anggota Dewan Perempuan tersegmentasi dalam area fraksi yang punya aturan main tersendiri, serta adanya komisi yang menyebabkan tersebarnya ‘suara’ anggota Dewan perempuan, tidak bisa menyatu.
Terkait dengan hasil temuan dalam penelitian ini, ada beberapa catatan penting sebagai rekomendasi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif, yaitu: (1) dalam akomodasi quota perempuan di parlemen, partai politik perlu secara sungguh-sungguh mengakomodasi perempuan untuk menjadi anggota Dewan, tidak menempatkannya sebagai “nomor buntut” dalam pencalonannya ; (2) penguatan hak-hak politik perempuan perlu dilakukan secara sinergis antara pemerintah dengan kelompok-kelompok sosial masyarakat yang ada, seperti ormas, dan LSM. Hal itu penting dilakukan untuk merekonstruksi budaya patriarki yang sudah mengakar di masyarakat dengan mengintensifkan sosialisasi jender kepada masyarakat termasuk dalam hal ini anggota dewan .

Tidak ada komentar: